Jepara merupakan salah satu kota tua yang sejarahnya banyak dicatat di berbagai buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya. Lokasi nya yang berada di pesisir pantai Utara pulau Jawa merupakan tempat bagi berkembangnya peradaban Nusantara, terutama pada berkembangnya peradaban Islam.
Banyaknya Waliyullah yang tersebar di setiap sudut kota Jepara menjadikan kota ini sebagai salah satu destinasi penting bagi para sarjana kuburan (sarkub: julukan pagi para pemburu makam) yang ingin mengunjungi makam-makam tua. Salah satunya adalah makam Auliya' Daeng yang berada di desa Krapyak, kecamatan Tahunan, kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Dalam komplek makam Auliya' Daeng, menurut Abah habib Luthfi bin Yahya merinci ada sekitar 80 wali Allah yang dimakamkan di maqbaroh Daeng. Menurut informasi yang tertulis di papan silsilah makam, nama asli Mbah Daeng adalah Muhammad bin Syaikh bin Abdurrahman, dari keturunan Alawiyyin marga “Bin Yahya”.
Nama asli beliau adalah Sayyid Muhammad bin syekh bin Abdurrahman bin Yahya, namun warga setempat menyebutnya dengan nama "Mbah Daeng". Mbah Daeng sendiri adalah tokoh agama yang berjuang membantu Ratu Kalinyamat mengusir Portugis dari Jepara. Benteng yang ada di Donorojo, atau yang dikenal dengan benteng Portugis adalah saksi perjuangan beliau.
Mbah Daeng adalah pasukan dari Kerajaan Demak yang gugur bersama puluhan pasukan lainnya saat Pangeran Sabrang Lor (Raja Demak II) melakukan misi penyerangan Portugis ke Malaka. Lebih 40 pasukan Mbah Daeng yang gugur saat kapal tengah berlayar ke Malaka itu pun ikut dimakamkan di kompleks pemakaman Mbah Daeng.
Habib Luthfi menyatakan, selain Cirebon dan Semarang, gudang keluarga dzurriyah Basyaiban dan Bin Yahya adalah Jepara dan dimakamkan di kompleks Daeng tersebut. Karena itulah, wajar bila makam-makam tua di sana berukuran panjang. Terdapat lebih dari satu waliyullah. Pemerintah Desa Krapyak menyebutnya sebagai kompleks Auliya’ Daeng (kompleks makam para wali di Daeng).
Makam Auliya Daeng menjadi tujuan ziarah kedua setelah makam Mantingan. Setiap harinya, para pziarah silih berganti datang ke kompleks makam tersebut, mulai dari rakyat biasa hingga bupati beserta jajarannya.
Keberadaan kompleks makam tersebut mulai dari sejarah, hingga para tokoh yang dimakamkan di sana membuat daya tarik bagi para peziarah. Dulunya, kompleks makam ini masih sederhana, namun seiring berjalannya waktu, para peziarah mulai berdatangan ke makam ini, membuat beberapa fasilitas harus diganti bahkan ditambahkan untuk kenyamanan bagi peziarah yang datang.
Bagi masyarakat desa Krapyak sendiri, kompleks makam Auliya Daeng menjadi sebuah wisata religi yang tengah dikembangkan, karena tak hanya masyarakat desa Krapyak, tapi juga peziarah dari seluruh penjuru kota Jepara.
Wallahu A'lam Bishhowab
1 Komentar
Woww, baru tau. Padahal orang Jepara wkwk
BalasHapus